Search This Blog

Friday, September 21, 2012

Perubahan Iklim Tingkatkan Penyakit ISPA


Jakarta (ANTARA) - Penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) semakin mengancam seiring dengan perubahan iklim global yang menjadikan suhu udara lebih panas. 
"ISPA menyerang 5-6 persen populasi atau sekitar 18 juta orang per tahun di Indonesia. Meskipun ISPA penyakit yang tidak mengenal umur, tapi anak-anak yang paling dipengaruhi oleh perubahan iklim dan terkena penyakit seperti batuk atau asma," papar Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan M Subuh dalam temu media di Jakarta, Jumat. 
Perubahan iklim telah diketahui dapat meningkatkan kematian dan penyakit akut khususnya saluran pernafasan akibat gelombang panas, demikian seperti dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010. 
Selain meningkatkan penyakit saluran pernapasan, perubahan iklim juga meningkatkan frekuensi serangan penyakit jantung dan pernapasan akibat peningkatan konsentrasi ozon di permukaan bumi, perubahan penyakit saluran pernapasan akibat paparan polusi udara jangka panjang dan adanya perubahan penyebaran alergen dan beberapa vektor penyakit infeksi. 
Selain itu data Kementerian Kesehatan menunjukkan penderita ISPA semakin bertambah tiap tahun. Pada tahun 2011 tercatat penderita mencapai 18.790.481 orang dengan 756.577 orang lainnya menderita pneumonia, meningkat dari penderita ISPA sebanyak 18.069.360 orang pada 2010. 
"Tantangannya saat ini adalah untuk memiliki kajian model prediksi dampak perubahan iklim maupun sistem monitoring perubahan konsentrasi allergen," kata Subuh. 
Selain itu juga dibutuhkan data insiden dan prevalensi ISPA dan faktor sosial lingkungan untuk dapat mengambil langkah antisipasi yang tepat untuk mencegah semakin meluasnya penyakit tersebut. 
Perubahan iklim telah beberapa lama diakui oleh para ahli kesehatan dapat mempengaruhi kesehatan manusia diantaranya mempengaruhi penyakit seperti malaria, schistosomiasis, influenza (termasuk flu burung), diare, ISPA dan dengue. 
"Perubahan iklim global, penipisan ozon dan perubahan ekosistem telah menyebabkan perubahan pola penyakit dan terjadinya penyakit `re-emerging` (muncul kembali) dan `new emerging` (baru muncul) seperti diare, DBD, malaria dan penyakit kronis," kata Direktur Penyehatan Lingkungan Direktorat P2PL Wilfried H Purba. 
Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar waspada terhadap perubahan cuaca terutama untuk penyakit seperti diare, ISPA, malaria, DBD dan leptospirosis. 
Salah satu langkah yang dapat dilakukan dipaparkan Wilfried adalah dengan menjaga sanitasi lingkungan. Kerugian sektor kesehatan akibat sanitasi yang buruk diperkirakan mencapai Rp33 triliun pertahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3 persen dari produk domestik bruto (laporan WSP EAP 2007). (ar)

No comments:

Post a Comment